Minggu, 10 Juni 2012

Fraktur Tibia Plateau


A.    Fraktur Tibia Plateau
1.      Definisi Fraktur Tibia Plateau
Fraktur tibia plateau merupakan fraktur sebagai akibat kompresi bagian atas tibia terhadap femur, sehingga terjadi kerusakan pada satu sisi.
Fraktur tibia plateau terjadi karena condylus lateralis femoris terdorong ke arah tibia, dan ligamenta cruciatum dan medialis sering kali robek.

2.      Anatomi Terapan
a.       Anatomi Knee Joint
Knee joint merupakan perantara antara ankle dan kaki dengan Hip. Berfungsi sebagai stabilisator dan penggerak. Terdiri atas tibiofemoral joint, patello femoral joint, dan proximal tibio fibular joint. Namun yang akan dibahas dalam kajian teori laporan kasus ini adalah tibiofemoral joint.
Tibiofemoral joint merupakan sendi dengan jenis sinovial hinge joint/sendi engsel yang mempunyai dua derajat kebebasan gerak. Sendi tibiofemoral dibentuk oleh condylus femoris. Sendi ini mempunyai permukaan yang tidak rata yang dilapisi oleh lapisan tulang rawan yang relatif tebal dan meniscus.

b.      Anatomi Tibia Plateau
Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Bagian proksimal dari tulang ini terdiri dari caput femoris yang bersendi dengan acetabullum, collum femoris dan dua trochanter major. Ujung distal tulang femur berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang bersendi dengan tibia.
Tulang tibia yang terbesar merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan antara femur dengan pergelangan kaki dan tulang-tulang kaki, serta merupakan tulang penyangga beban. Bagian proksimal tulang ini bersendi dengan condylus femur dan bagian distal bersendi dengan talus.

c.       Meniscus
Meniscus merupakan struktur yang mengelilingi fibrocartilage pada permukaan articularis caput tibia. Meniscus dibagi menjadi dua bagian yaitu meniscus medial dan meniscus lateral. Meniscus lateral berbentuk seperti huruf O yang berada lebih dekat dengan facets articularis. Meniscus medial berbentuk seperti huruf C yang letaknya lebih luas ke belakang daripada ke depan dan terkait pada fossa intercondyloid.
Fungsi meniscus adalah membantu mengurangi tekanan femur di atas tibia, menambah elastisitas sendi, menyebar tekanan pada cartilago sehingga menurunkan tekanan antara dua condylus, mengurangi friksi selama gerakan serta membantu ligamen dan capsul sendi dalam mencegah hiperekstensi sendi.
d.      Sistem Kapsuler
Terdiri dari pola kapsuler dan pola tidak kapsuler. Pola kapsuler berarti bahwa fleksinya jauh lebih terbatas dari pada ekstensinya. Sedangkan, pola tidak kapsuler biasanya gerakan ekstensinya terblokir karena adanya sesuatu yang menghalangi, suatu fragmen meniscus ataupun yang lainnya.

e.       Sistem Muscular
 Otot-otot pada lutut terdiri dari otot tipe tonik dan tipe phasik. Yang termasuk ke dalam tipe otot tonik antara lain; m.rectus femoris, hamstring, iliotibial, dan otot-otot adductor yang dapat menyebabkan terjadinya tighness. Sedangkan yang termasuk ke dalam tipe otot phasik antara lain; vastus medialis, vastus intermedius dan vastus lateralis, yang dapat menyebabkan terjadinya weakness/atrofi otot.

f.       Ligamen
Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. Ligamen-ligamen yang terdapat pada sendi lutut yaitu ligamen cruciatum yang dibagi menjadi dua yaitu ligamen cruciatum anterior dan ligamen cruciatum posterior dan ligamen collateral yang juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ligamen collateral medial dan ligamen collateral lateral, ligamen patellaris, ligamen popliteal oblique dan ligamen transversal.


3.      Osteokinematik dan Arthrokinematik
1.      Osteokinematik
Osteokinematik adalah gerak sendi yang dilihat dari gerak tulangnya saja. Pada osteokinematik gerakan yang terjadi berupa gerak rotasi ayun, rotasi putar, dan rotasi spin.
Sendi tibiofemoral merupakan sendi condyloid ganda dengan dua derajat kebebasan gerak. Fleksi-ekstensi terjadi pada bidang sagital di sekitar axis medio-lateral dengan gerak rotasi ayun. Eksternal rotasi-internal rotasi terjadi pada bidang transversal di sekitar axis vertikal  dengan gerak rotasi spin pada posisi kaki menekuk. Incongruence dan asimetris dari sendi tibiofemoral dikombinasikan dengan aktifitas otot dan penguluran ligamen akan menghasilkan gerak rotasi secara otomatis. Gerak rotasi yang terjadi secara otomatis ini terdapat secara primer pada gerak ekstensi yang ekstrim sebagai gerak perhentian dari condylus lateral yang pendek tetapi terjadi secara kontinue pada condylus yang lebih panjang. Selama akhir dari ROM gerak ekstensi aktif, rotasi yang terjadi secara otomatis dihasilkan seperti mekanisme dari putaran screw (mur) atau locking (penguncian) dari lutut. Untuk memulai gerak fleksi, penguncian lutut harus terbuka dengan rotasi yang berlawanan. ROM pasif gerak fleksi umumnya sekitar 130°-140°. Hiperekstensi berkisar 5°-10° dalam batas normalnya. Gerak rotasi yang terbesar terjadi pada posisi lutut fleksi 90°, dimana lateral rotasinya sebesar 45° dan medial rotasinya  sebesar 15°.
 
1.Arthokinematik
Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Pada arthrokinematik gerakan yang terjadi berupa gerak roll dan slide. Dari kedua gerak tersebut dapat diuraikan lagi menjadi gerak traksi-kompresi, translasi, dan spin.
Permukaan sendi pada femur lebih besar dari pada tibia, ini biasanya terjadi pada saat kondisi weight bearing. Condylus femoral harus melakukan gerak rolling dan sliding untuk tetap berada di atas tibia. Pada gerak fleksi dengan weight bearing, condylus femoris rolling ke arah posterior dan sliding ke arah anterior. Pada gerak ekstensi, condylus femoralis rolling ke arah anterior dan sliding ke arah posterior. Pada akhir gerak ekstensi, gerakan dihentikan pada condylus femoralis lateral, tapi sliding pada condylus medial tetap berlanjut untuk menghasilkan penguncian sendi.
Pada gerakan aktif non weight bearing, permukaan sendi pada tibia yang concave melakukan gerak slide pada condylus femoral yang conveks dengan arah gerakan searah sumbu tulang tibia. Condylus tibia melakukan gerak slide ke arah posterior pada condylus femoral saat fleksi. Selama ekstensi dari gerak full fleksi condylus tibia bergerak ke arah anterior pada condylus femoral. Patella bergeser ke arah superior saat ekstensi, dan bergeser ke inferior saat fleksi. Beberapa gerak rotasi patella dan tilting yang terjadi berhubungan dengan gerak sliding saat fleksi dan ekstensi.
                
2.      Mekanisme Cidera
Fraktur tibia plateau disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-sama dengan pembebanan aksial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekkan ligamen). Keadaan ini kadang-kadang akibat jatuh, dimana lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau varus. Sehingga kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan, yang tetap utuh. Pasien biasanya berumur antara 50 dan 60 tahun dan sedikit mengalami osteoporosis, tetapi fraktur ini juga dapat terjadi pada orang dewasa pada setiap umur.

3.      Gambaran Klinik
Lutut membengkak dan mungkin mengalami deformitas. Memar biasanya luas dan jaringan terjadi hemartrosis. Dalam pemeriksaan dapat menunjukkan ketidakstabilan medial atau lateral. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera pembuluh darah atau neurologik.

4.      Kompliksai
a.       Komplikasi dini
Sindroma kompartemen. Pada fraktur tertutup terdapat banyak perdarahan dan resiko munculnya sindroma kompartemen Kaki dan ujung kaki harus diperiksa secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia.
b.      Komplikasi belakangan
Kekakuan sendi.
 Pada fraktur kominutif  berat, dan setelah operasi kompleks, terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan menghindari immobilisasi gips yang lama dan mendorong dilakukannya gerakan secepat mungkin.
Deformitas.
 Deformitas valgus dan varus yang tersisa amat sangat sering ditemukan, baik karena reduksi fraktur tak sempurna atau pun karena telah direduksi dengan memidai, namun fraktur megalami pengeseran ulang selama terapi. Untungnya, deformitas yang moderat dapat memberi fungsi yang baik, meskipun pembebanan berlebihan pada satu kompartemen secara terus-menerus dapat menyebabkan predisposisi untuk osteoarthritis di kemudian hari.
Osteoarthritis
 Umumnya lutut tidak merasakan nyeri, tetapi bila pasien merasakan nyeri dan kondilus lateral terdepresi maka operasi rekonstruktif dapat dipertimbangkan
                    
A.    Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Pasca Immobilisasi Fraktur Tibia Plateau Dextra
Untuk menentukan problem pada fraktur tibia plateau dextra terlebih dahulu kita harus melakukan pemeriksaan yang tercantum dalam asuhan pelayanan fisioterapi yang terdiri atas:
1.                  Asessment
a.       Anamnesa
Merupakan metode untuk mengumpulkan data subjektif secara induktif-analitik dan deduktif-sintetik yang umumnya mengarah pada ketepatan diagnosa 50-60%. Anamnesa meliputi screening, yang dilakukan baik secara langsung dan tidak langsung seperti identitas pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, problem dan keluhan yang dirasakan oleh pasien, tindakan medis yang pernah diberikan, letak problem pasien dan mengapa terjadi sehingga dapat diketahui apakah ada kontra indikasi untuk tindakan yang akan diberikan.
b.      Pemeriksaan
1)      Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum ini dilakukan untuk melihat keadaan umum pasien seperti tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
2)      Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyebab dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat gangguan tersebut. Dalam kasus ini pemeriksaan khusus yang dilakukan antara lain:
a)      Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan gerak, oedema, pengecilan otot (atrofi), warna serta kondisi kulit sekitarnya. Kemampuan beraktifitas serta alat bantu yang digunakan untuk melakukan aktivitas, posisi pasien dan lain-lain.
b)      Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan untuk melihat kelainan yang ada pada pasien. Palpasi dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneous untuk mengetahui temperatur, oedema, spasme, dan lain-lain.
a)      Pemeriksaan Gerak dan Fungsi
Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif dan fungsi gerak pasif pada sendi lutut. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan rasa nyeri, keterbatasan gerak, dan sebagainya. Kriteria uji gerak pasif meliputi: ROM, Nyeri, End feel.
b)      MMT
Untuk memeriksa kekuatan otot-otot sendi lututnya terutama fleksi dan ekstensi lutut.



Skala nilai kekuatan otot adalah sebagai berikut :
Nilai
Huruf
Skala
Definisi
0

Zero
Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi
1
(Tr)
Trace
Ada kontraksi tidak ada gerakan
2
(P)
Poor
Gerakan ROM penuh tidak dapat melawan gravitasi
3
(F)
Fair
Gerakan penuh ROM melawan gravitasi
4
(G)
Good
Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan sedang
5
(N)
Normal
Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal

c)      ROM
Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan dituliskan dengan standar AOA zero method position.
d)     Pemeriksaan Antropometri Lingkar Segmen Patella
Pengukuran ini dilakukan untuk membuat perbandingan antara sisi yang sakit dan sisi yang sehat untuk menentukan apakah ada oedema pada lutut pasien.
e)      Pemeriksaan Nyeri dengan VAS (Visual Analog Scale)
(1)   VAS merupakan salah satu metode pengukuran nyeri dengan digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
(2)   Pasien diminta untuk menunjukkan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri dan pada ujung sebelah kanan (nilai 10) nyeri yang tidak tertahankan.

1.      Problem Fisioterapi
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada kasus fraktur tibia plateau dextra dilakukan secara bertahap sesuai dengan problem yang ditemukan pada saat dilakukan assessment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya kita mengetahui problem apa saja yang ada pada penderita fraktur tibia plateau dextra.


2.      Diagnosa Fisioterapi
Merupakan penetapan nama pada suatu keadaan sakit secara ilmiah dan komunikatif khususnya antara fisioterapis dan mengandung 3 unsur yaitu:
a.       Struktur jaringan spesifik meliputi gambaran deskriptif histologis, topografis dan fungsi jaringan tertentu.
b.      Patologi meliputi jenis, penyebab, dan aktualitas.
c.       Kelainan gerak dan fungsi meliputi gangguan gerak dan fungsional, lokal, regional maupun total.

3.      Program Perencanaan Fisioterapi
Dalam menentukan perencanaan harus ditentukan terlebih dahulu tujuan yang akan tercapai, yang mencangkup tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Adapun penentuan tujuan dilakukan berdasarkan problematik fisioterapi yang ditemukan dalam proses assessment.
Rencana intervensi terapi meliputi:
a.       Jangka Pendek
b.      Jangka Panjang

4.      Intervensi Fisioterapi
Berdasarkan problematik, kita dapat menentukan intervensi fisoterapi yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluhan pasien agar tujuan akhir dari intervensi dapat tercapai. Intervensi fisioterapi terutama ditujukan untuk mengurangi atau mencegah masalah-masalah yang belum ada namun berpotensi untuk terjadi pada penderita tersebut.
Adapun berbagai intervensi fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain:
a.       SWD (Short Wave Diatermy)
b.      IFC (Interferential Current)
c.       Latihan Isometrik Exercise

5.      Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkala atau setiap hari, dimana tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah terapi yang kita berikan bermanfaat atau berguna bagi penyembuhan pasien ataukah harus diubah jika ada perubahan terhadap penyembuhan masalah yang dihadapi pasien.

 
BAB III
LAPORAN KASUS

A.    ASESSMENT
1.      ANAMNESA
a.       Identitas Pasien
Nama                           : Tn. B
Umur                           : 28 Tahun
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Agama                         : Katholik
Pekerjaan                     : Wartawan Media Indonesia
Alamat                                    : Cirendau Indah Jl. Kutai III/4 Ciputat.
Diagnosa Medis          : Post Tibia Plateau Dextra
Tanggal Pemeriksaan  : 13 April 2006

b.      Riwayat Penyakit
1)      Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada tungkai sebelah kanan terutama saat melakukan aktivitas.
2)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 29 Januari 2006 pasien kecelakaan lalu lintas, jatuh dari motor ketika sedang meliput berita. Pada saat itu juga pasien dalam keadaan sadar dan langsung dibawa ke ruang UGD RS. Triadipa. Di  RS. Triadipa pasien hanya di rongent dan dibalut elastik bandage dan saat itu juga diperbolehkan untuk pulang. Esok harinya kaki  sebelah kanan pasien bengkak, pada hari itu juga pasien pergi ke RS. Siaga Raya, selanjutnya di pasang gips selama 2 bulan. Setelah lepas gips, pada tanggal 13 April 2006 pasien datang ke RS. Siaga Raya untuk melakukan fisioterapi.
3)      Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien penah dirawat di RS. Fatmawati karena demam berdarah.


2.      PEMERIKSAAN
a.       Pemeriksaan Umum
Kesadaran                   : Composmentis
Tekanan Darah            : 120/70 mmHg
Denyut Nadi               : 72x/menit
Frekwensi Nafas         : 24x/menit
Suhu Tubuh                 : Afebris
Interaksi                      :Kooperatif
Pasien dapat diajak kerjasama dengan fisioterapis selama pemeriksaan sampai intervensi fisioterapi dilakukan
b.      Pemeriksaan Khusus
1)      Inspeksi
a)      Pasien datang sendiri ke klinik fisioterapi dengan menggunakan kruk dengan pola jalan NWB.
b)      Adanya ruam merah pada  tungkai kaki kanan pasien karena alergi akibat penggunaan knee deker.
c)      Adanya oedema pada  lutut kanan.

2)      Palpasi
a)      Adanya nyeri tekan pada daerah lutut kanan.
b)      Oedema pada daerah sekitar lutut kanan.
c)      Adanya spasme pada daerah lutut kanan.
d)     Suhu tungkai kanan lebih hangat dari pada tungkai kiri.
                               
3)      Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Aktif:
a)      Fleksi lutut kanan dapat bergerak aktif, ROM terbatas, ada nyeri.
b)      Ekstensi lutut kanan dapat bergerak aktif, ROM terbatas, ada nyeri.

4)      Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Pasif:
a)      Fleksi lutut kanan dapat digerakkan tetapi tidak full ROM, ada nyeri, springy end feel.
b)      Ekstensi lutut kanan dapat digerakkan, full ROM, ada nyeri, hard end feel.

5)      Pengumpulan Data Pemeriksaan Medis Penunjang
Hasil foto rongent terlihat adanya fraktur tipe greenstick pada sisi lateral tulang tibia.

6)      Pemeriksaan Khusus
a)      ROM
1. AROM
Sendi
Gerakan
Kanan
Kiri
Normal
Knee
Fleksi
0°-105°
0°-107°
0°-135°

Ekstensi
0°-5°
0°-5°
0°-10°

2. PROM
Sendi
Gerakan
Kanan
Kiri
Normal
Knee
Fleksi
0°-107°
0°-113°
0°-135°

Ekstensi
0°-5°
0°-5°
0°-10°

b)      MMT
Otot
Kanan
Kiri
M.Quadriceps
3+
-
M. Hamstring
3+
-

c)      Antropometri
Lingkar Segmen Patella
Kanan
Kiri
5 cm
46 cm
46 cm
10 cm
53 cm
50 cm
15 cm
59 cm
55 cm




d)     VAS
    _______________●__________________________________
Tidak ada nyeri      3,2 cm                                           Nyeri yang      tidak tertahankan


B.     PROBLEM FISIOTERAPI
1.      Mengurangi nyeri gerak pada lutut sebelah kanan.
2.      Adanya oedema pada bagian lutut sebelah kanan.
3.      Keterbatasan gerak fungsional pada lutut sebelah kanan.
4.      Melatih pola berjalan

C.    DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada lutut sebelah kanan berkaitan dengan nyeri, oedema, keterbatasan gerak pasca immobilisasi pada fraktur tibia plateau dextra.

D.    PERENCANAAN FISIOTERAPI
1.      Jangka Pendek
a.       Menurunkan atau menghilangkan nyeri.
b.      Menurunkan atau menghilangkan oedema.
c.       Meningkatkan ROM pada lutut sebelah kanan.
d.      Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot-otot tungkai.
e.       Melatih berjalan dengan kruk.
2.      Jangka Panjang
Mengembalikan dan meningkatkan kemampuan fungsional pasien dalam melaksanakan ADL secara mandiri

E.     INTERVENSI FISIOTERAPI
1.  MWD (Micro Wave Diatermy)
      Pengertian :
Merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik frekwensi 2450 Mhz, dengan panjang gelombang 12.25 cm.
Tujuan :
a.   Mengurangi spasme.
b.   Meningkatkan sirkulasi.
c.   Meningkatkan vasomotor sehingga menimbulkan vasodilatasi.
d.   Mengurangi nyeri.
Prosedur :
Pasien dalam posisi duduk senyaman mungkin,lalu pasang pada bagian lutut sebelah kanan dengan menggunakan lampu SWD  yang bundar, jarak lampu dengan pasien 5 cm.
Dosis :
Diberikan selama 10 menit dengan intensitas 130 MA/cm2

2.   IFC (Interferential Current)
      Pengertian :
Adalah merupakan suatu jenis arus frekwensi menengah yang merupakan penggabungan dua arus dengan frekwensi berbeda dan menimbulkan frekwensi baru.
Indikasi :
a.       Nyeri otot,tendon dan saraf.
b.      Kelemahan otot.
c.       Post traumatic.
d.      Spondylosis.
e.       Bursitis, tendonitis.
f.       Atropi.

Kontraindikasi :
a.       Demam.
b.      Tumor.
c.       Tuberkolosis.
Tujuan :
a.       Meningkatkan sirkulasi darah.
b.      Merangsang saraf sensorik.
c.       Mengurangi nyeri.
Prosedur :
Pasien dalam posisi duduk senyaman mungkin, lalu pasang comperession pada lutut sebelah kanan pasien dengan metode kontra planar.
Dosis :
Diberikan selama 10 menit, intensitas sesuai dengan toleransi pasien.

3.      Latihan Isometrik Exercise
                  Tujuan :
a. Meningkatkan kekuatan otot-otot lutut
b. Meningkatkan endurance
Prosedur:
Posisi pasien duduk, dibawah lutut disanggah memakai beban 4 kg, lalu diatas tungkai bawah pasien diikat beban 2 kg. pasien diminta untuk meluruskan tungkainya.
Dosis :
Dilakukan selama 10x repetisi dengan  5 set latihan.

1.      Latihan Mobilisasi Jalan dengan NWB
Sebetulnya pasien sudah berjalan dengan meggunakan kruk pola NWB, tetapi pola berjalannya belum benar. Disini fisioterapi hanya mengoreksi pola berjalannya.

2.      Home Program
Pasien dirumah diminta untuk sering melakukan latihan dengan menekan lututnya di bed, seperti yang sudah diajarkan oleh fisioterapis.


F.     EVALUASI FISIOTERAPI
Setelah dilakukan terapi selama 2 kali terhitung sejak tanggal 13 April 2006 hingga terakhir tanggal 15 April 2006, kemudian dilakukan evaluasi pada tanggal tersebut dengan hasil pengukuran sebagai berikut :
Kesadaran                   : Composmentis
Tekanan Darah            : 120/70 mmHg
Denyut Nadi               : 72x/menit
Frekwensi Nafas         : 24x/menit

Dengan hasil evaluasi pada problematik fisioterapi sebagai berikut :

1.      Pemeriksaan VAS
Tanggal 13 April 2006
_______________●________________________________
Tidak ada nyeri      3,2 cm                                                       Nyeri yang      tidak tertahankan

Tanggal 15 April 2006
     __________●_____________________________________
Tidak
ada nyeri      2,2 cm                                                                 Nyeri yang      tidak tertahankan

Kesimpulan :
Nyeri gerak pada lutut sebelah kanan sudah berkurang.

2.      Pemeriksaan oedema
Lingkar Segmen Patella
Kanan
Kanan
Kiri
Kiri

13/04/06
15/04/06
13/04/06
15/04/06
5 cm
46 cm
41 cm
46 cm
40 cm
10 cm
53 cm
45,5 cm
50 cm
45 cm
15 cm
59 cm
47,5 cm
55 cm
47 cm
Kesimpulan :
Oedema pada lutut kanan dan kiri  sudah berkurang.

3.      Pemeriksaan Kekuatan Otot
Otot
Kanan
Kanan
Kiri
Kiri

13/04/06
15/04/06
13/04/06
15/04/06
M.Quadriceps
3+
3+
-
-
M. Hamstring
3+
3+
-
-
Kesimpulan :
Kekuatan otot belum ada perubahan yang berarti.

4.      Pemeriksaan ROM
1. AROM
Sendi
Gerakan
Kanan
Kanan
Kiri
Kiri
Normal


13/04/06
15/04/06
13/04/06
15/04/06

Knee
Fleksi
0°-105°
0°-107°
0°-107°
-
0°-135°

Ekstensi
0°-5°
0°-5°
0°-5°
-
0°-10°

2. PROM
Sendi
Gerakan
Kanan
Kanan
Kiri
Kiri
Normal


13/04/06
15/04/06
13/04/06
15/04/06

Knee
Fleksi
0°-107°
0°-110°
0°-113°
-
0°-135°

Ekstensi
0°-5°
0°-5°
0°-5°
-
0°-10°
Kesimpulan :
Ada peningkatan ROM pada knee fleksi aktif dan pasif, sedangkan pada knee ekstensi tidak ada perubahan.
 






2 komentar:

 

Design By:
SkinCorner